Karya sastra Chairil Anwar disebut menjadi alat pemersatu bangsa, terutama para pemuda untuk terlepas dari penjajahan.
Karena karya Chairil Anwar pada masa itulah era kesusastraan “Angkatan 45” terlahir.
2. Pemantik gaya sastra ekspresionisme dan realisme
Chairil Anwar memilih diksi untuk karya sastranya dengan bahasa yang lebih sederhana, apa adanya dan realistis.
Karenanya sajak-sajak dalam karya Chairil disebut dengan gaya ekspresionisme dan realisme.
Dalam buku berjudul Chairil Anwar Hasil Karya dan Pengabdiannya, Penulis Sutjianingsih menulis jika Chairil menggunakan bahasa Indonesia yang hidup dan berjiwa.
Charil Anwar tidak menggunakan bahasa buku yang kaku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra.
Dalam puisi karya monumental berjudul “Aku” Chairil Anwar menulis:
“... Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya terbuang. Biar peluru menembus kulitku. Aku tetap meradang menerjang ...”
Sementara karya sastra sebelumnya, seperti misalnya Pujangga Baru memiliki diksi yang disebut dengan aliran romantis idealis. Dimana pilihan diksi yang digunakan lebih mendayu dan penuh kiasan.