Dalam keterangan yang sama, dia menjelaskan perlindungan terhadap HAM harus dilakukan secara menyeluruh, yang artinya bukan hanya secara individu, tetapi juga hak kolektif masyarakat.
"Dalam konteks ini, negara harus berperan aktif mengatur. Itulah sebabnya kami membuat program PeduliLindungi yang sangat efektif membantu menurunkan penularan infeksi COVID-19 sampai ke jenis (varian) Delta dan Omicron," tambahnya.
Terkait tudingan AS terhadap dugaan pelanggaran HAM oleh Pemerintah Indonesia. Mahfud mengatakan, AS justru menerima laporan lebih banyak daripada Indonesia terkait pelanggaran HAM.
"Kami punya catatan bahwa AS justru lebih banyak dilaporkan oleh Special Procedures Mandate Holders (SPMH). Pada sekitar kurun waktu 2018-2021 misalnya, berdasarkan SPMH, Indonesia dilaporkan melanggar HAM 19 kali oleh beberapa elemen masyarakat, sedangkan AS pada kurun waktu yang sama dilaporkan 76 kali," katanya.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS dalam laman resminya mengunggah laporan 2021 Country Reports on Human Rights Practices, tentang penegakan HAM di negara-negara yang menerima bantuan dari AS dan anggota PBB sepanjang 2021.
Dalam laporan itu, AS menyebut sejumlah organisasi nonpemerintah atau non-governmental organisation (NGO) merasa khawatir terhadap informasi yang dihimpun dalam aplikasi PeduliLindungi serta bagaimana data itu disimpan dan digunakan Pemerintah Indonesia.
Merespon hal itu, "Laporan seperti itu belum tentu sepenuhnya benar," pungkas Mahfud MD.***