Rancangan KUHP: Hina Presiden Terancam Penjara 4,5 Tahun hingga Denda Rp200 Juta

- 20 Juni 2022, 09:28 WIB
Ilustrasi istana Negara. Rancangan KUHP: Hina Presiden Terancam Penjara 4,5 Tahun hingga Denda Rp200 Juta
Ilustrasi istana Negara. Rancangan KUHP: Hina Presiden Terancam Penjara 4,5 Tahun hingga Denda Rp200 Juta /Via/Indonesia.go.id

JOMBANG UPDATE - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tentang menghina presiden dan wakil presiden terancam hukuman penjara atau denda ratusan juta tengah menjadi sorotan.

Rancangan KUHP tersebut akan mengatur tentang kasus penghinaan terhadap presiden yang bisa terancam penjara hingga 4,5 tahun.

Bukan hanya potensi hukuman penjara, Rancangan KUHP juga bisa menjerat bagi penghina presiden dan wakil presiden dengan denda hingga Rp200 juta.

Baca Juga: Nonton Liga Santri Piala KASAD 2022 Jombang Dimana? Inilah Link Live Streaming Pertandingan Sepakbola

Aturan tersebut masuk dalam Pasal 218 ayat (1) RKUHP yang berbunyi:

"Setiap Orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Berdasarkan Pasal 79, disebutkan bahwa denda kategori IV tersebut paling banyak adalah Rp200 juta.

Sementara dalam ayat (2) disebutkan bahwa penghinaan itu tidak akan dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.

"Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri," ujar aturan tersebut.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Naik, Jokowi Ingatkan Booster

Hukuman untuk penghina Presiden dan Wakil Presiden pun akan naik jika disebarkan melalui media sosial dan media massa.

Hal itu tercantum dalam Pasal 219 yang berbunyi:

"Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV".

Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden ini pun hanya dapat dituntut berdasarkan aduan, seperti dikutip JOMBANG UPDATE dari Pikiran-Rakyat.com dalam artikel Menghina Presiden Bisa Dipenjara 4,5 Tahun atau Denda Rp200 Juta dalam Rancangan KUHP.

Hal itu dijelaskan dalam Pasal 220 yang berbunyi:

"(1) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219
hanya dapat dituntut berdasarkan aduan.

(2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden".

Dalam penjelasannya, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “menyerang kehormatan
atau harkat dan martabat diri” dalam Pasal 218 ayat (1) pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.

"Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah," ucap penjelasan aturan tersebut.

"Penghinaan pada hakikatnya merupakan perbuatan yang sangat tercela, jika dilihat dari berbagai aspek antara lain moral, agama, nilai-nilai kemasyarakatan, dan nilai-nilai hak asasi manusia atau kemanusiaan, karena menyerang/merendahkan martabat kemanusiaan (menyerang nilai universal), oleh karena itu, secara teoritik dipandang sebagai rechtsdelict, intrinsically wrong, mala per se, dan oleh karena itu pula dilarang (dikriminalisir) di berbagai negara," tuturnya menambahkan.

Sedangkan terkait ketentuan yang dimaksud dengan “dilakukan untuk kepentingan umum” dalam ayat (2) adalah melindungi kepentingan masyarakat banyak yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi.***(Eka Alisa Putri/Pikiran-Rakyat.com)

 

Editor: Apriani Alva


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah