Hari Puisi Nasional 28 April, Mengenang Chairil Anwar dan Lahirnya Sastrawan Angaktan 45

28 April 2022, 06:40 WIB
Hari Puisi Nasional 28 April, Mengenang Chairil Anwar dan Lahirnya Sastrawan Angaktan 45 /Tangkapan Layar YouTube/Maestro Indonesia

 

JOMBANG UPDATE - Tanggal 28 April diperingati sebagai Hari Puisi Nasional sebagai bentuk mengenang kepulangan Si Binatang Jalang, Chairil Anwar.

Karya Chairil Anwar dianggap begitu penting, lantaran karya-karyanya, terutama puisi, dianggap para sastrawan sebagai pemantik era kesusastraan baru di Indonesia.

Penggunaan bahasa, pandangan hidup, dan sikap hidup Chairil Anwar adalah poin pembeda dari karya sastra angkatan sebelumnya. Yakni, angkatan Balai Pustaka dan Pujangga Baru.

Oleh pengaruh Chairil Anwar, kemudian tercetuslah satu angkatan kesusastraan baru yang disebut dengan Angkatan 45.

Baca Juga: 'Ibu' Karya Chairil Anwar yang Menyentuh Hati, Puisi untuk Hari Ibu 22 Desember 2021

Baca Juga: Rayakan Hari Puisi Sedunia 21 Maret 2022, Ini 3 Karya Penyair Indonesia Wakili Khasanah Sastra Nusantara

Lantas apakah yang dimaksud dengan era kesusastraan Angkatan 45?

Kemudian bagaimana ciri karya Chairil Anwar sehingga bisa sangat dikenang oleh sastrawan hingga tercetus Hari Puisi Nasional?

Berikut JOMBANG UPDATE rangkum beberapa fakta mengenai karya Chairil Anwar dan latar belakang peringatan 28 April sebagai Hari Puisi Nasional.

1. Angkatan 45

Istilah angkatan 45 tidak terlepas pada era kolonialisme Jepang menjelang tahun 1945.

Jepang sebagai pecinta kesenian saat itu memberi banyak ruang pemuda Indonesia untuk membentuk organisasi penggerak karya seni.

Sayangnya, tujuan itu tidak lain adalah untuk melancarkan propaganda Jepang. Seperti menyebarluaskan semboyan “Kemakmuran Bersama” dan “Asia untuk Bangsa Asia.”

Chairil Anwar sudah menyadari sejak awal misi Jepang tersebut. Karenanya Chairil selalu menolak untuk membuat karya sastra berdasarkan arahan Pemerintah Jepang.

Baca Juga: Pantun Lebaran 2022 Lucu untuk Ucapan Idul Fitri 1443 H, Cocok Jadi Caption Instagram

Baca Juga: Pantun Idul Fitri Tema Gagal Mudik Lebaran, Bagikan ke WhatsApp, Instagram hingga Facebook

Chairil Anwar menulis “ ’Seniman adalah tanda dari hidup yang melepas-lepas’. Bagi seniman yang berpendirian seperti itu, slogan-slogan dan wahyu-wahyu yang timbul dari instruksi atasan tidaklah berlaku.”

Karya Chairil Anwar yang banyak menentang politik Jepang akhirnya menjadi bentuk aliran kesusastraan baru.

Karya sastra Chairil Anwar disebut menjadi alat pemersatu bangsa, terutama para pemuda untuk terlepas dari penjajahan.

Karena karya Chairil Anwar pada masa itulah era kesusastraan “Angkatan 45” terlahir.

2. Pemantik gaya sastra ekspresionisme dan realisme

Chairil Anwar memilih diksi untuk karya sastranya dengan bahasa yang lebih sederhana, apa adanya dan realistis.

Karenanya sajak-sajak dalam karya Chairil disebut dengan gaya ekspresionisme dan realisme.

Dalam buku berjudul Chairil Anwar Hasil Karya dan Pengabdiannya, Penulis Sutjianingsih menulis jika Chairil menggunakan bahasa Indonesia yang hidup dan berjiwa.

Charil Anwar tidak menggunakan bahasa buku yang kaku, melainkan bahasa percakapan sehari-hari yang dibuatnya bernilai sastra.

Dalam puisi karya monumental berjudul “Aku” Chairil Anwar menulis:

“... Aku ini binatang jalang. Dari kumpulannya terbuang. Biar peluru menembus kulitku. Aku tetap meradang menerjang ...”

Sementara karya sastra sebelumnya, seperti misalnya Pujangga Baru memiliki diksi yang disebut dengan aliran romantis idealis. Dimana pilihan diksi yang digunakan lebih mendayu dan penuh kiasan.

Seperti puisi berjudul “Berdiri Aku” karya Amir Hamzah, disana tertulis:

“... Angin pulang menyejuk bumi. Menepuk teluk mengempas emas. Lari ke gunung memuncak sunyi. Berayun alun di atas talas ...”

Atau “Nikmat Hidup” karya Buya Hamka, dimana diksi yang digunakan kental dengan aliran romantic. Seperti:

“... Tahan haus, tahanlah lapar. Bertemu sulit hendaklah tentang. Memohon-mohon djadikan pantang. Dari mengemis biar terkapar ...”

3. Hari Puisi Nasional, 28 April

Hari puisi nasional diperingati bertepatan dengan tanggal berpulangnya Chairil Anwar, yakni pada 28 April 1949.

Chairil berpulang pada usia 27 tahun di Rumah Sakit CBZ atau sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Peringatan ini dibentuk untuk mengenang dan menghargai karya-karya Chairil Anwar yang telah memantik era kesusastraan baru.

Buyung Saleh, seorang sastrawan menyebut jika nilai Chairil Anwar tidak hanya terbatas di bidang kesusastraan.

Menurutnya pandangan hidup dan sikap Chairil Anwar sangat positif terhadap bangsanya.

Chairil disebut selalu berpihak pada revolusi Indonesia yang ketika itu bergolak. Karenanya sikap dan pandangan itu perlu ditiru oleh generasi-generasi berikutnya.

Itulah rangkuman mengenai latar belakang Hari Puisi Nasional yang berkaitan dengan lahirnya kesusastraan angkatan 45 dan wafatnya Chairil Anwar.***

Editor: Apriani Alva

Tags

Terkini

Terpopuler