Toxic masculinity bisa terjadi di mana saja. Selama tempat tersebut memiliki konsep atau wacana tentang laki-laki dan perempuan.
Lingkungan keluarga menjadi salah satu tempat yang disoroti oleh para ahli saat memperbincangkan masalah toxic masculinity.
Ini adalah sebuah kondisi yang kompleks dengan berbagai faktor yang memengaruhi tumbuh kembang dan pendewasaan diri seseorang.
Di lingkungan yang diisi maskulinitas toksik, ide seputar 'apa yang seharusnya dilakukan seorang pria' memaksa orang untuk menerima pandangan yang sangat sempit tentang apa artinya menjadi maskulin.
Beberapa pria mungkin melakukan perilaku negatif saat mereka berusaha untuk menjadi lebih 'maskulin.'
Oleh karena itu, tak hanya pria, kaum wanita pun pada akhirnya bisa menjadi "korban" toxic masculinity. Pemahaman terhadap istilah ini sebaiknya dimiliki tak hanya oleh kaum pria, tetapi juga wanita.***