Traveling Bisa untuk Healing, Dokter Fransisca Handy Paparkan Kondisi Jiwa Usai Berwisata

2 Desember 2022, 14:55 WIB
Traveling Bisa untuk Healing, Dokter Fransisca Handy Paparkan Kondisi Jiwa Usai Berwisata /Freepik/Freepik.com

JOMBANG UPDATE - Ketua dan founder Asosiasi Kesehatan Remaja Indonesia (AKAR) dr Fransisca Handy menjelaskan traveling atau berwisata bisa jadi salah satu memperbaiki kondisi jiwa yang kita kenal disebut healing.

Organisasi memfokuskan perhatian pada kesehatan remaja usia 10- sampai 24 menjelaskan bahwa kegiatan mencari pengalaman baru dari traveling maupun eksplorasi hal baru melalui aktivitas liburan menjadi upaya mengenal dan mencitai diri sendiri yang baik.

Dokter Fransisca mengatakan permasalahan kesehatan jiwa adalah masalah yang sangat kompleks dan dilematis.

Hal itu dikarenakan stigma terlanjur melekat akibat kurangnya edukasi dan pemahaman akan isu tersebut.

Baca Juga: Libur Akhir Tahun 2023, Trend Wisata Bakal Bergeser, Destinasi Domestik Jadi Primadona

Baca Juga: WASPADA Wisata Pantai, Gelombang Laut Hari Ini Setinggi 6 Meter Intai Perairan Indonesia

"Oleh karena itu, pentingnya berhenti sejenak memberikan waktu bagi diri untuk mengenal dan mencintai diri sendiri sangat penting dilakukan." ujar dr Fransica dikutip JOMBANG UPDATE dari Antara.

"Kegiatan-kegiatan seperti mencari pengalaman baru melalui traveling maupun eksplorasi hal-hal baru melalui aktivitas liburan dan berwisata dapat menjadi salah satu upaya mengenal dan mencintai diri yang baik," katanya.

Ia menjelaskan ketika seseorang merasakan emosi kuat dapat di ikuti keluhan fisik juga.

Kesehatan jiwa bisa dipengaruhi faktor seperti berikut ini:

  • Tingginya tingkat stres suatu hal
  • Masalah percintaan atau hubungan dengan keluarga dan teman
  • Persaingan lewat sosial media
  • Kemampuan untuk mengelola situasi dan emosi yang dirasakan

Informasi hal regulasi emosi dan pengelolaan stress yang sehat belum banyak masyarakat ketahui khususnya anak muda.

Kebanyakan anak muda berkeluh kesah di medsos atau bererita pada orang yang salah atau terkadang melakukan hal-hal yang membantu sesaat seperti
merokok dan perilaku adiktif sebagai pengelola stress mereka.

Hal itu sebuah kekhawatiran dr Fransisca jika dibiarkan berlarut-larut akan mempengaruhi kualitas hidup mereka kedepannya.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Sumatera Barat yang Suguhkan Keindahan Alam: Danau Singkarak hingga Lubuak Rantiang

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Alam di Kota Beras Cianjur, Kebun Raya Cibodas hingga Curug Cibeureum

"Di sinilah kami aktif mengkampanyekan pentingnya menjaga memiliki kemampuan regulasi emosi yang sehat, mengelola stres, mengenal dan menghargai diri sendiri sebagai upaya untuk menjaga kesehatan jiwa anak muda dan kepada masyarakat pada umum" ujarnya.

Bagi dia hal itu adalah tanggung jawab bersama untuk menemukan ekosistem yang kondusif bagi kesejatheraan anak muda khususnya kalangan gen z dan millenials.


Tambahan informasi kesadaran masyarakat dengan pentingnya aspek kesehatan mental masih minim dengan tingginya jumlah populasi masyarakat indonesia mengalami kesehatan mental.

Data dilansirkan oleh Kemenkes tahun ini tercatat 20 persen penduduk indonesia bisa terkena masalah kesehatan mental.

Dari WHO, separuh dari gangguan mental bermula pada umur 14 tahun tetapi banyak kasus terjadi tidak terdeteksi dan tanpa tindakan.

Faktor yang bermacam-macam pemicu masalah kesehatan metal dan WHO mencatat juga pada 2019 sebanyak hampir 1 miliar penduduk dunia mengalami hal tersebut.

Angka tersebut makin meningkat di masa pandemi COVID-19.

Di Indonesia, hasil penelitian Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia tahun ini menemukan mayoritas remaja dan dewasa muda umur 16-24 memasuki periode kritis kesehatas mental.

Di ikuti hampir 96 persen remaja dan dewasa mengalami gejala kecemasan dan 88 persen mengalami gejala depresi.***

 
Editor: Apriani Alva

Tags

Terkini

Terpopuler