Mengenal Festival Peh Cun, Tradisi Makan Bakcang dan Lomba Perahu Masyarakat Tionghoa di Indonesia

- 15 Juni 2021, 21:30 WIB
Mengenal Festival Peh Cun, Tradisi Makan Bakcang dan Lomba Perahu Masyarakat Tionghoa di Indonesia
Mengenal Festival Peh Cun, Tradisi Makan Bakcang dan Lomba Perahu Masyarakat Tionghoa di Indonesia /Instagram/@davidliu_photowork

JOMBANG UPDATE – Peh Cun atau yang dalam aksara Hanzi disebut dengan perayaan Duanwu Jie (端午節) adalah pesta musim panas sekaligus hari raya tradisional Tionghoa.

Peh Cun dirayakan setiap tanggal 5 bulan 5 dalam sistem penanggalan Imlek atau bulan Juni dalam kalender Masehi.

Tahun ini, perayaan Peh Cun tersebut tersebut jatuh pada hari Senin, 14 Juni lalu.

Secara etimologis, Peh Cun berasal dari kata dua kata, yakni Peh (mendayung) serta Cun (perahu) atau pá long chuán (爬龙船) yang berarti mendayung perahu naga.

 

Baca Juga: Manfaat Kelor yang Disebut WHO Pohon Ajaib, Kaya Nutrisi hingga Antioksidan

Baca Juga: 4 Tips Jitu Mengelola Keuangan bagi Generasi Sandwich, Begini Cara Memutus Rantainya

Oleh karena itu, perayaan ini identik dengan lomba mendayung perahu yang berornamen naga.

Dikutip JOMBANG UPDATE dari jurnal berjudul Festival Pe’cun yang disusun oleh Rahmat Kahfi Ardani, ada dua cerita yang melatarbelakangi munculnya perayaan Peh Cun.

Salah satu versinya menceritakan soal menteri Raja Huai dari Negara Chu yang bernama Qu Yuan.

Menurut cerita, Qu Yuan merupakan menteri yang selalu setia serta bersikap jujur kepada negara.

Baca Juga: Infinix Luncurkan Seri Note 10 dan Notebook Modern INBook X1, Intip Harga dan Spesifikasinya

Baca Juga: Markis Kido Meninggal Akibat Serangan Jantung, Berikut Cara Menjaga Kesehatan Jantung yang Efektif

Akan tetapi, sikap tersebut tidak disenangi oleh para pejabat istana lainnya.

Para pejabat itu pun menyebarkan berita jahat soal Qu Yuan, sehingga membuat Raja Huai terpengaruh dan mengasingkannya ke kampung kecil yang jauh dari istana.

Meskipun sudah diperlakukan jahat, Qu Yuan tidak dendam, ia tetap menjalani hidupnya dan menghabiskan waktu di pengasingan dengan membuat sajak-sajak.

Namun, hidup Qu Yuan berakhir tragis dan ia memilih melompat ke Sungai Millou ketika para menteri hendak membawanya ke istana untuk dihukum Raja Huai yang terpengaruh para menteri.

Jasad Qu Yuan pun hilang dan sang raja yang menyadari bahwa selama ini berada dalam hasutan para menteri pun menyesal.

Raja kemudian memerintahkan semua orang untuk membuat kue-kue yang terbuat dari beras dan dibungkus dalam daun bambu berbentuk limas dengan benang sutra merah seperti yang dibuat Qu Yuan ketika raja sakit.

Hal itu dilakukan agar roh Qu Yuan menyadari bahwa orang-orang sedang mencarinya.

Akan tetapi, usaha mencari jasad Qu Yuan dengan menggunakan kue tidak berhasil.

Oleh karena itu, setiap tanggal 5 bulan 5, orang-orang akan mendayung perahu untuk mencari jasad Qu Yuan dan melemparkan kue-kue beras yang dibungkus daun bambu ke sungai sebagai bentuk penghormatan.

Kue-kue beras inilah yang nantinya dikenal dengan Kue Bacang.

Diwarnai dengan Berbagai Macam Kegiatan Unik

Di Indonesia, festival Peh Cun diperingati dengan cara mengadakan berbagai macam kegiatan yang digelar di sejumlah daerah, seperti Semarang, Yogyakarta, dan Tangerang.

Salah satu perayaan Peh Cun paling meriah adalah perayaan yang diselenggarakan oleh masyarakat Tionghoa di Tangerang.

Selain itu, perayaan di sana adalah perayaan Peh Cun tertua di Indonesia.

Hal ini dibuktikan melalui cerita mengenai perahu naga Empeh Pe Cun yang disumbangkan oleh Oey Khey Tay kepada Klenteng Boen Tek Bio pada abad 19.

Hingga kini, sisa-sisa perahu naga masih disimpan oleh keturunan pemilik Klenteng Boen Tek Bio.

Semula, perayaan Peh Cun selalu digelar di kawasan kota, Jakarta.

Namun, sejak sungai di sana mengalami pendangkalan, perayaan ini dipindah di Sungai Cisadane.

Rosyidi dalam jurnal berjudul 'Festival Peh Cun', menyebutkan bahwa perayaan ini tidak hanya dimeriahkan dengan lomba mendayung perahu naga, tetapi juga ada kegiatan lain.

Beberapa kegiatan ini di antaranya membuat Kue Bacang, sembahyang, menangkap bebek, meminum arak yang dicampur hiong-hong, hingga mandi air hangat.

Dalam situasi pandemi COVID-19, masyarakat Tangerang tetap merayakannya.

Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, perayaan Peh Cun pada tahun ini digelar sederhana dan dihadiri oleh para undangan dengan jumlah yang terbatas.***

Editor: Anggita

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x