Khutbah Idul Fitri Singkat Pernah Disampaikan KH M. Quraish Shihab

- 27 April 2022, 09:31 WIB
Khutbah Idul Fitri Singkat Pernah Disampaikan KH M. Quraish Shihab
Khutbah Idul Fitri Singkat Pernah Disampaikan KH M. Quraish Shihab /pixabay.com/@chiplanay

3. Di pusat Tauhid beredar juga kesatuan bangsa. Kendati mereka berbeda agama, dan suku, berbeda kepercayaan atau pandangan politik, mereka semua bersaudara, dan berkedudukan sama dari kebangsaan. Karena itu sejak zaman Nabi Muhammad Saw, beliau telah memperkenalkan istilah “Lahum Ma Lanaa Wa ‘Alaihim Maa ‘Alaina”. Mereka yang tidak seagama dengan kita mempunyai hak kewargaan sebagaimana hak kita kaum muslimin dan mereka juga mempunyai kewajiban kewargaan sebagaimana kewajiban kita.
Dan karena itu pula –tegas pemimpin tertinggi Al-Azhar- Prof. Dr. Ahmad At-Thayyib: “Dalam tinjauan kebangsaan dan kewargaan negara, tidak wajar ada istilah mayoritas dan minoritas karena semua telah sama dalam kewargaan negara dan lebur dalam kebangsaan yang sama."

Kesadaran tentang kesatuan dan persatuan itulah yang mengharuskan kita duduk bersama bermusyawarah demi kemaslahatan dan itulah makna “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.

Saudara. Kesadaran tentang kesamaan dan kebersamaan itu merupakan salah satu sebab mengapa dalam rangkaian Idul Fithri, setiap muslim berkewajiban menunaikan Zakat Fitrah yang merupakan simbol kepedulian sosial serta upaya kecil dalam menyebarkan keadilan sosial.

Selain kesatuan-kesatuan di atas, masih banyak yang lain, seperti: kesatuan suami isteri, yakni kendati mereka berbeda jenis kelamin namun mereka harus menyatu. Tidak ada lagi yang berkata “saya” tetapi “kita”, karena mereka sama-sama hidup, sama-sama cinta serta sama-sama menuju tujuan yang sama.

Akhirnya, walau bukan yang terakhir, perlu juga disebut kesatuan jati diri manusia yang terdiri dari ruh dan jasad. Penyatuan jiwa dan raga, mengantar “binatang cerdas yang menyusui” ini menjadi manusia utuh sehingga tidak terjadi pemisahan antara keimanan dan pengamalan, tidak juga antara perasaan dan perilaku, perbuatan dengan moral, idealitas dengan realitas. Akan tetapi, masing-masing merupakan bagian yang saling melengkapi. Jasad tidak mengalahkan ruh dan ruh pun tidak merintangi kebutuhan jasad. Kecenderungan individu memperkokoh keutuhan kolektif dan kesatuan kolektif mendukung kepentingan individu. Pandangan tidak hanya terpaku di bumi dan tidak juga hanya mengawang-awang di angkasa.

Demikian itulah manusia yang ber-‘idul fithri, yang kembali ke asal kejadiannya. Anda menemukan dia teguh dalam keyakinan. Teguh tetapi bijaksana, senantiasa bersih walau miskin, hemat dan sederhana walau kaya, murah hati dan murah tangan, tidak menghina dan tidak mengejek, tidak menyebar fitnah tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahil Hamd.

Saudara. Kitab suci Al-Qur’an menguraikan bahwa sebelum manusia ditugaskan ke bumi, Allah memerintahkannya transit terlebih dahulu di surga. Itu dimaksudkan agar Adam dan ibu kita Hawa memperoleh pelajaran berharga di sana. Di surga, hidup bersifat sejahtera --- Di sana, menurut Al-Qur’an Surah Thaha [20]: 118-119, tersedia sandang, papan dan pangan yang merupakan tiga kebutuhan pokok manusia.

Di sana juga tidak terdengar, jangankan ujaran kebencian, ucapan yang tidak bermanfaat pun tidak ada wujudnya. Yang ada hanya damai… damai dan damai.

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula yang menimbulkan dosa, akan tetapi ucapan salam lagi sejahtera. (QS. Al-Waqiaah [56]: 25-26)

Halaman:

Editor: Apriani Alva


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x