Krisis ekonomi di Lebanon dan Sri Lanka berakar dari keserakahan, korupsi dan konflik yang terjadi selama beberapa dekade.
Dua negara tersebut mengalami perang saudara yang berlarut-larut dan tidak mendapatkan pemulihan secepatnya.
Sementara itu, dominasi perang, korupsi dan para pemimpin negara yang menimbun hutang luar negeri menjadi alasan Sri Lanka dan Lebanon mengalami kebangkrutan.
Hal itu semakin parah dengan sifat keras kepala pemimpin yang mempertahankan kekuasaan.
Situasi di Sri Lanka, Presiden Gotabaya Rajapaksa masih memegang kekuasaan, meskipun dinasti keluarganya telah runtuh di tengah protes sejak April 2022.
Baca Juga: Covid-19 Terdeteksi, Restoran di Macau Tak Sediakan Makan Malam, Kasino Tetap Buka
Baca Juga: Apa Itu Commonwealth Games? Catat Jadwal Pesta Olahraga Persemakmuran 2022
Pada ambang kebangkrutan tersebut, negara Sri Lanka telah menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya dan memperkenalkan kontrol modal di tengah kekurangan yang parah.
Alhasil rupee Sri Lanka telah melemah hampir 80% menjadi sekitar 360 hingga $1, membuat biaya impor semakin mahal.
Di sisi lain, berbagai pemberontakan rakyat terjadi di Lebanon yang membuat goyah situasi politik.